Thursday, October 22, 2015

Model Pembelajaran Problem Posing



Model Pembelajaran Problem posing
a.       Pengertian Model Pembelajaran Problem posing
Di dalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki strategi agar tujuan yang diingikan dapat dicapai secara efektif dan efisien. Maka penguasaan materi saja tidaklah mencukupi. Salah satu langkah untuk menguasai berbagai teknik penyampaian materi dan juga dapat menggunakan metode yang tepat dalam proses belajar mengajar sesuai materi yang digunakan oleh guru adalah untuk menyampaikan informasi kepada siswa agar mereka dapat memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Seorang guru yang menggunakan suatu model pembelajaran diharapkan dapat memberikan kesenangan dan kepuasan pada anak didik  yang merupakan salah satu faktor dalam memotivasi siswa agar mampu menggunakan pengetahuannya untuk memecahkan suatu masalah ayng dihadapi. Kemudian, untuk mengetahui tentang pengertian metode problem posing adalah sebagai berikut.
Terdiri dari dua kata yaitu “problem” yang artinya masalah dan “posing” berasal dari kata “pose” artinya mengajukan atau membentuk Problem posing merupakan pembelajaran dimana siswa diminta untuk mengajukan masalah (soal) berdasarkan situasi tertentu. As’ari (2000:5), mengartikan Problem posing dengan pembentukan soal atau merumuskan soal atau menyusun soal.
Lebih lanjut Suryanto (1998:8), menyatakan bahwa Problem posing mempunyai beberapa arti, yaitu pertama perumusan soal dengan bahasa yang baku/standar atau perumusan kembali soal yang ada dengan beberapa perubahan agar sederhana dan dapat dikuasai, kedua, perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang dipecahkan dalam rangka mencari alternatif pemecahan atau alternatif soal yang masih relevan, dan ketiga, perumusan soal dari suatu situasi yang tersedia baik yang dilakukan sebelum, ketika, atau setelah mengerjakan soal.
Sedangkan Silver (M. Thobroni: 343) mencatat bahwa istilah menanyakan soal biasanya diaplikasikan pada tiga bentuk aktifitas kognitif yang berbeda, yaitu sebagai berikut:
1)      Menanyakan per solusi: seorang siswa membuat soal dari situasi yang diadakan.
2)      Menanyakan di dalam solusi: seorang siswa merumuskan ulang soal seperti yang telah diselesaikan.
3)      Menanyakan setelah solusi: seorang siswa memodifikasi tujuan dan kondisi soal yang sudah diselesaikan untuk membuat soal-soal baru.

Berdasarkan uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa Problem posing merupakan model pembelajaran dimana siswa ditugaskan untuk menyusun masalah atau soal sesuai dengan pemahaman masing-masing siswa.
b.      Problem posing dan Relevansinya dalam Pembelajaran
Pengajuan masalah berkaitan dengan kemampuan guru memotivasi siswwa melalui perumusan situasi yang menantang sehingga siswa dapat mengajukan pertanyaan yang dapat diselesaikan dan berakibat kepada peningkatan kemampuan mereka dalam memecahkan masalah. Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, guru hendaknya memilih strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar baik secara mental, fisik, maupun social. Sebagaimana pendapat M. Thobroni (2011: 343) definisi mengajar di Negara-negara yang sudah maju. Teaching is the guidance of lerning (mengajar adalah bimbingan kepada siswa dalam proses belajar).
Definisi tersebut menunjukan bahwa yang aktif adalah  siswa, yang mengalami proses belajar. Sedangkan, guru hanya membimbing, menunjukkan jalan dengan memperhitungkan kepribadian siswa. Kesempatan untuk berbuat dan aktif berpikir lebih banyak diberikan kepada siswa.
Hal tersebut sangat berkaitan dengan metode pengajuan soal. Pengajuan soal merupakan kegiatan yang mengarah pada sikap kritis dan kreatif. Sebab, dalam metode pengajuan soal, siswa diminta untuk membuat pertanyaan dari informasi yang diberikan. Padahal, bertanya merupakan pangkal semua kreasi. Orang yang memiliki kemampuan mencipta (berkreasi) dikatakan lebih kreatif. Selain itu, dengan pengajuan soal, siswa diberi kesempatan aktif secara mental, fisik, dan sosial serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelidiki dan juga membuat jawaban.
Pengajuan soal dapat meningkatkan kemampuan belajar siswa karena pengajuan soal merupakan sarana merangsang kemampuan tersebut. Dengan membuat soal, siswa perlu membaca informasi yang diberikan dan mengkomunikasikan pertanyaan secara verbal maupun tertulis. Menulis pertanyaan dari informasi yang ada dapat menyebabkan ingatan siswa lebih baik. Kemudian dalam pengajuan soal siswa diberikan kesempatan menyelidiki dan menganalisisinformasi untuk dijadikan soal. Kediatan menyelidiki tersebut bagi siswa menentukan apa yang dipelajari, kemampuan menerapkan penerapan dan perilaku selama kegiatan belajar. Hal tersebut menunjukkan kegiatan pengajuan soal dapat memantapkan kemampuan belajar siswa.
Menurut M. Thobroni (2011:344-345) komunikasi siswa yang terjadi di kelas dibagi dalam dua model, yaitu model respetif dan model ekspresif.
1)      Model Reseptif
Model reseptif adalah model komunikasi siswa yang menggunakan lembar kerja dan latihan-latihan yang disediakan guru.
2)      Model Ekspresif
Model ekspresif adalah model komunikasi siswa menggunakna diskusi, menulis kreatif, dan melakuakan kegiatan-kegiatan. Pengajuan soal atau membuat sendiri pertanyaan merupakan salah satu cara komunikasi siswa dengan model ekspresif. Model ekspresif lebih mendesak untuk diterapkan di dalam kelas sebab dengan model tersebut siswa akan merasa tertarik dan merasa memiliki kegiatan belajar tersebut. Dengan demikian , pembelajaran perlu diupayakan menerapkan model ini, di samping tidak meninggalkan model reseptif.

Dari beberapa pandangan di atas, dapat dikatakan bahwa pengajuan masalah (problem posing) merupakan reaksi siswa terhadap situasi yang telah disediakan oleh guru. Reaksi tersebut berupa respons dalam bentuk pertanyaan.
c.       Tujuan dan manfaat problem posing
Menurut pendapat beberapa ahli, yang dikutip oleh Tatag (M. Thobroni, 2011: 349) mengatakan bahwa, metode pengajuan soal (problem posing) dapat:
1)      Membantu siswa dalam mengembangkan keyakinan dan kesukaan terhadap pelajaran sebab ide-ide siswa dicobakan untuk memahami masalah yang sedang dikerjakan dan dapat meningkatkan kemampuannya dalam pemecahan masalah.
2)      Membentuk siswa bersikap kritis dan kreatif.
3)      Mempromosikan semangat inquiri dan membentuk pikiran yang berkembang dan fleksibel.
4)      Mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajarnya.
5)      Mempertinggi kemampuan pemecahan masalah sebab pengajuan soal memberi penguatan-penguatan dan memperkaya konsep-konsep dasar.
6)      Menghilangkan kesan keseraman dan kekunoan dalam belajar.
7)      Memudahkan siswa dalam mengingat materi pelajaran.
8)      Memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran.
9)      Membantu memusatkan perhatian pada pelajaran.
10)  Mendorong siswa lebih banyak membaca materi pelajaran.
Kegiatan merumuskan masalah juga memberikan kesempatan luas bagi siswa untuk merekonstruksi pikiran-pikiran dalam rangka memahami materi pembelajaran. Kegiatan tersebut menentukan pembelajaran yang dilakukan siswa lebih bermakna.
d.      Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran problem posing
1)      Kelebihan
a)      Mendidik murid berpikir kritis.
b)      Siswa aktif dalam pembelajaran.
c)      Belajar menganalisis suatu masalah.
d)     Belajar menganalisis suatu masalah.
e)      Mendidik anak percaya pada diri sendiri.
2)      Kelemahan
a)      Memerlukan waktu yang cukup banyak.
b)      Tidak bisa digunakan di kelas-kelas rendah.
c)      Tidak semua murid terampil bertanya (M. Thobroni, 2011: 349-350).
Adapun solusi untuk mengatasi kendala pada penerapan model pembelajaran problem posing dengan melatih kemampuan siswa dalam mengerjakan soal-soal sejenis uraian agar penerapan model pembelajaran problem posing dapat optimal. Kemampuan tersebut akan tampak dengan jelas bila siswa mampu mengajukan soal-soal secara mandiri maupun berkelompok. Kemampuan siswa untuk mengerjakan soal tersebut dapat dideteksi lewat kemampuannya untuk menjelaskan penyelesaian soal yang diajukannya di depan kelas.
e.       Ciri-ciri pembelajaran problem posing
Pembelajaran problem posing (pengajaran yang mengemukakan masalah-masalah) yang dipikirkan Freire (M. Thobroni, 2011: 350) memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1)      Guru belajar dari murid dan murid belajar dari guru.
2)      Guru menjadi rekan murid yang melibatkan diri dan menstimulasi daya pemikiran kritis murid-muridnya serta saling memanusiakan.
3)      Manusia dapat mengembangkan kemampuannya untuk mengerti secara kritis dirinya dan dunia tempat ia berada.
4)      Pembelajaran problem posing senantiasa membuka rahasia realita yang menantang manusia dan kemudian menuntut suatu tanggapam terhadap tantangan tersebut. Tanggapan terhadap tantangan membuka manusia untuk berdedikasi seutuhnya.
Dalam hal ini guru harus menganggap siswa sebagai individu yang mempunyai unsur-unsur dinamis yang dapat berkembang bila disediakan kondisi yang menunjang. Jadi status guru tidak mutlak menentukan apa dan bagaimana siswa harus belajar, tetapi ada suasana demokratis.
f.       Penerapan pembelajaran problem posing
Pada prinsipnya, model pembelajaran problem posing adalah suatu model pembelajaran yang mewajibkan para siswa untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar soal (berlatih soal) secara mandiri.
Dengan demikian, menurut Suyino (Herdian, 2009: http://herdy07.wordpress.com/2009/04/19/model-pembelajaran-problem-posing/) penerapan model pembelajaran problem posing adalah sebagai berikut.
1)      Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa. Penggunaan alat peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan.
2)      Guru memberikan latihan soal secukupnya.
3)      Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan siswa yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula dilakukan secara kelompok.
4)      Pada pertemuan berikutnya, secara acak, guru menyuruh siswa untuk menyajikan soal temuannya di depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan siswa secara selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh siswa.
5)      Guru memberikan tugas rumah secara individual.
Silver dan Cai (M. Thobroni, 2011: 352) mnjelaskan bahwa pengajuan soal mandiri dapat diaplikasikan dalam 3 bentuk aktivitas kognitif matematika yakni sebagai berikut.
1)      Pre solution posing
Pre solution posing yaitu jika seorang siswa membuat soal dari situasi yang diadakan. Jadi guru diharapkan mampu membuat pertanyaan yang berkaitan dengan pernyataan yang dibuat sebelumnya.

2)      Within solution posing
Within solution posing yaitu jika seorang siswa mampu merumuskan ulang pertanyaan soal tersebut menjadi sub-sub pertanyaan baru yang urutan penyelesaiannya seperti yang telah diselesaikan sebelumnya.jadi, diharapkan siswa mampu membuat sub-sub pertanyaaan baru dari sebuah pertanyaan yang ada pada soal yang bersangkutan.
3)      Post solution posing
Post solution posing yaitu jika seorang siswa memodifikasi tujuan atau kondisi soal yang sudah diselesaikan untuk membuat soal yang baru yang sejenis pelajaran.

Dalam model pembelajaran pengajuan soal (problem posing) siswa dilatih untuk memperkuat dan memperkaya konsep-konsep dasar matematika.
Dengan demikian, kekuatan-kekuatan model pembelajaran problem posing sebagai berikut.
1)      Memberi penguatan terhadap konsep yang diterima atau memperkaya konsep-konsep dasar.
2)       Diharapkan mampu melatih siswa meningkatkan kemampuan dalam belajar.
3)      Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah (M. Thobroni, 2011: 352).
Bagi siswa, pembelajaran problem posing merupakan keterampilan mental, siswa menghadapi suatu kondisi dimana diberikan suatu permasalahan dan siswa memecahkan masalah tersebut.

No comments:

Post a Comment